Risalah Kepada Para Pendidik.

 

Ibu, ayah dan guru merupakan pendidik generasi ini dan mereka bertanggungjawab di hadapan Allah Subhanahu wa Ta`ala terhadap penunaian tugas tersebut. Apabila seorang pendidik menegakkan kewajipannya dalam memberikan tarbiyah (pendidikan), mengikhlaskan amalnya hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta`ala dan mengarahkan anak didiknya pada agama dan akhlak Islami maka anak didik tersebut dan pendidik sendiri akan memetik kebahagiaan di dunia dan akhirat.

 

Rasulullah sallallahu `alaihi wa sallam telah bersabda kepada Ali bin Abi Thalib radliallahu `anhu:

"Demi Allah, bila Allah memberikan petunjuk kepada satu orang saja dengan perantaraan (ajakan)mu maka itu lebih baik bagimu dari unta merah." (Muttafaqun 'alaih dari Sahl bin Sa'ad radliallahu `anhu). Unta merah yakni unta yang paling bagus/mahal, sebagai simbol kekayaan orang yang memilikinya.

 

Beliau sallallahu `alaihi wa sallam juga bersabda: 

"Orang yang mengajarkan kebaikan (kepada orang lain) ia akan dimintakan ampun oleh segala sesuatu sampai-sampai ikan di lautan (ikut memintakan ampun untuknya)." (Hadith sahih, riwayat Ath- Thabrani dan selainnya)

 

Sebaliknya bila seorang pendidik menyia-nyiakan kewajipannya dengan mengarahkan anak didiknya pada penyimpangan agama dan kepada akhlak yang buruk maka akan sengsara anak didiknya dan akan sengsara pula pendidik tersebut. Ia akan memikul dosa di pundaknya, kerana bukankah setiap tanggungjawab akan dimintai pertanggungjawapannya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta`ala, sebagaimana telah datang dalam hadith yang sahih diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim:

"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawapan atas apa yang dipimpinnya." (Muttafaqun 'alaih)

 

Menjadi pendidik yang baik bukanlah perkara yang mudah. Berapa banyak pendidik yang gagal untuk mendidik anak kandungnya sendiri ataupun anak orang lain disebabkan ia belum mampu untuk mendidik dirinya sendiri. Kerana itulah wajib bagimu -wahai para pendidik- untuk memulai dari dirimu sendiri, berupayalah untuk memperbaiki diri sebelum memperbaiki orang lain.

 

Kerjakanlah kebaikan dan tinggalkan kejelekan kerana baiknya akhlak seorang pendidik merupakan sebaik-baik tarbiyah bagi anak didik. Sesungguhnya termasuk dari tujuan tarbiyah dan ta'lim adalah menumbuhkan keperibadian yang tinggi. Peribadi yang memiliki kaitan yang kuat dengan Rabbnya, beramal untuk menegakkan masyarakatnya dan memperbaiki pemahamanan mereka atas dasar pondasi yang shahih.

 

Tarbiyah itu memiliki asas yang tegak atasnya. Terjadinya perbezaan asas tarbiyah disebabkan adanya perbedaan faham masyarakat di mana tarbiyah itu dilaksanakan. Bila masyarakatnya berfaham komunis atau yang semisalnya maka tarbiyahnya akan terporos pada kesesatan dan memutuskan hubungan erat antara anak didik dengan Rabbnya. Dalam masyarakat barat asas tarbiyahnya adalah kebebasan mengumbar hawa nafsu dan egoisme.

 

Adapun dalam masyarakat Islam asas tarbiyah dibangun untuk mewujudkan akhlak yang mulia dan adab yang mengikat pergantungan anak didik dengan Rabbnya, menyalin hubungan baik dengan keluarganya, pendidiknya dan teman-teman di lingkungannya.

 

Lalu bagaimanakah caranya untuk menjadi pendidik yang berhasil? Di samping usaha yang terus menerus tentunya yang paling pokok adalah tidak meninggalkan doa kepada Allah Subhanahu wa Ta`ala.

 

Syarat, Sifat dan Adab Pendidik:

 

Di antara syarat, sifat dan adab yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik dalam hal ini difokuskan pada guru (selaku pendidik anak di luar rumah/madariasah), untuk dapat berhasil dalam tarbiyah dan ta'lim adalah:

 

1. Memiliki taqwallah

 

Seorang pendidik hendaklah bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta`ala. Yang dimaksud dengan taqwa menurut Abdullah bin Mas'ud radliallahu `anhu adalah "Allah ditaati dan tidak didurhakai, Dia diingat dan tidak dilupakan, Dia disyukuri dan tidak dikufuri." (Tafsir Ath-Thabari jilid 3 hal. 375-376, tentang firman Allah Subhanahu wa Ta`ala dalam surat Ali Imran ayat 102)

Dengan dasar taqwa ini seorang pendidik akan dapat mengikhlaskan hatinya untuk mengemban tanggung jawabnya dengan baik.

 

Seorang pendidik harus dapat menjadi contoh teladan bagi anak didiknya baik dalam perkataan, perbuatan dan akhlaknya. Ia menjadi contoh dalam penunaian kewajiban kepada Rabbnya, kepada rasulnya lalu kepada masyarakatnya. Seorang pendidik seharusnyalah mencintai kebaikan bagi anak didiknya sebagaimana ia cinta kebaikan bagi dirinya sendiri, bersifat pemaaf dan lapang dada, walaupun suatu saat ia harus memberi hukuman kepada anak didiknya namun ia tidak meninggalkan sifat rahmah (kasih sayang).

 

Mahir dalam bidangnya, menguasai cara-cara mengajar, cinta akan bidangnya dan cinta pada anak didiknya sebagaimana cintanya pada dirinya sendiri. Rasulullah sallallahu `alaihi wa sallam telah bersabda: "Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya." (Muttafaqun 'alaihi dari Anas bin Malik radliallahu `anhu)

 

Menuangkan segala kemampuannya dalam mengarah anak didiknya dengan memberikan tarbiyah yang baik. Membekali diri dengan pengetahuan yang bermanfaat dan mengajarkan akhlak yang utama pada anak didik dan berupaya untuk menjauhkan mereka dari kebiasaan yang buruk. Antara mengajar dan mendidik tidak dapat dipisahkan, keduanya dilakukan dalam satu waktu.

 

2. Kesabaran dan ketenangan

 

Dikeluarkan oleh Muslim dari Ibnu Abbas radliallahu `anhu berkata bersabda Rasulullah sallallahu `alaihi wa sallam kepada Asyajji Abdul Qais: "Sesungguhnya dalam dirimu ada dua tabiat dan kelakuan yang disukai Allah yakni kesabaran (hilm) dan ketenangan (tidak terburu-buru)." Sifat hilm dan tidak terburu-buru ini sangat penting untuk dimiliki seorang pendidik dalam membina akhlak generasi baru.

 

Kelembutan dan jauh dari kebengisan 'Aisyah radliallahu `anhu berkata bersabda Rasulullah sallallahu `alaihi wa sallam: "Sesungguhnya Allah Maha Lembut dan mencintai kelembutan, dan Dia memberi kerana kelembutan dan ketenangan apa-apa yang tidak didapat dengan kekerasan dan terburu-buru dan selainnya." (HR. Muslim). Dalam hadith lain Rasulullah sallallahu `alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya Allah Maha Lembut mencintai kelembutan dalam segala urusan." (Muttafaqun alaih dari `Aisyah radliallahu `anha)

 

Memilih yang paling ringan di antara dua perkara selama tidak mengandung dosa. `Aisyah radliallahu `anhu berkata: "Tidaklah Rasulullah sallallahu `alaihi wa sallam diberi dua pilihan kecuali beliau mengambil yang lebih ringan di antara keduanya selama tidak termasuk dalam pelanggaran (dosa), kalau termasuk dalam dosa, maka beliau sangat jauh daripadanya. Dan Rasulullah sallallahu `alaihi wa sallam tidak pernah menuntut balas untuk peribadinya sendiri, kecuali jika dilanggar yang diharamkan oleh Allah maka beliau menuntut balas kerana Allah Ta'ala semata-mata." (Muttafaqun 'alaih)

 

Tidak menyempitkan orang lain, suka memudahkan. Ibnu Mas'ud radliallahu `anhu berkata: telah bersabda Rasulullah sallallahu `alaihi wa sallam: "Maukah aku beritahukan pada kalian orang yang diharamkan masuk neraka? Neraka itu diharamkan atas setiap orang yang lunak, ringan, tenang dan memudahkan (orang lain yang berurusan dengannya)." (HR. Tirmidzi, ia berkata hadith hasan, disahihkan Al-Albani dalam Sahih Sunan Tirmidzi juz 2 hal. 304)

 

"Permudahlah dan jangan mempersukar, gembirakanlah dan jangan menggusarkan." (Muttafaqun 'alaihi dari Anas bin Malik radliallahu `anhu). Dengan sifat ini seorang pendidik tidak akan membebani anak didiknya pada perkara yang di luar kemampuan mereka.

 

 

3. Jauh dari sifat marah.

 

Abi Hurairah radliallahu `anhu berkata: Seorang lelaki berkata kepada Nabi sallallahu `alaihi wa sallam:."Berwasiatlah kepadaku." Bersabda Rasulullah sallallahu `alaihi wa sallam: "Jangan marah." Maka orang itu mengulangi permintaan nasihat beberapa kali, dan Nabi sallallahu `alaihi wa sallam tetap bersabda: "Jangan marah." (HR. Bukhari)

 

Diibaratkan keberanian itu dengan kemampuan untuk menahan marah, sebagaimana sabda Rasulullah sallallahu `alaihi wa sallam dari Abi Hurairah radliallahu `anhu: "Tidaklah dinamakan orang yang kuat itu orang yang kuat dalam bergulat, namun hanyalah yang dinamakan orang yang kuat adalah orang yang dapat menguasai dirinya tatkala marah." (Muttafaqun 'alaih)

4. Hemat dalam memberi nasihat.

 

Abu Wa'il (Syaqiq) bin Salamah berkata: "Biasanya Ibnu Mas'ud radliallahu `anhu memberi peringatan (nasihat) kepada kami pada tiap hari khamis sekali, maka seseorang berkata kepadanya: "Wahai Abu Abdurrahman, aku menginginkan agar engkau memberi peringatan (nasihat) kepada kami setiap hari." Maka berkata Ibnu Ma'sud: "Tiada yang menghalangiku untuk memberi peringatan (nasihat) setiap hari, melainkan kerana aku tidak suka membuat kalian jenuh/bosan. Saya sengaja menasihati kalian dalam waktu yang jarang sebagaimana dulunya Rasulullah sallallahu `alaihi wa sallam terus menerus menjaga kami dengan nasihat yang dilakukan dengan jarang." (Muttafaqun 'alaihi)

 

Pemberian nasihat dengan jarang dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kejenuhan, namun kalau anak didik tersebut telah mencintai dan menyukai nasihat maka tidak ada salahnya sering-sering diberikan nasihat.

 

Yang pokok seorang pendidik jangan sampai melarikan anak didiknya dari kesenangan mendengarkan nasihat kerana jenuh dengan nasihat yang terlalu sering diberikan, namun hendaknya melihat keadaan dari anak didik tersebut.

 

Seorang pendidik harus berupaya menjauhkan anak didiknya dari perkara-perkara yang dapat membawa mudharat bagi diri mereka dan memperingati mereka agar menjauhi perkara-perkara tersebut, di antaranya:

 

1. Kebiasaan-kebiasaan yang buruk.

Wajib bagi setiap pendidik untuk memalingkan anak didiknya dari kebiasaan yang buruk, seperti menulis dengan tangan kiri, membuang kertas di lantai, mencoret-coret buku dan selainnya dari kebiasaan yang buruk. Termasuk kebiasaan yang paling buruk yang banyak terjadi di kalangan pelajar adalah kebiasaan merokok, oleh itu wajib bagi setiap pendidik untuk memperingati anak didiknya dari bahaya dan haramnya merokok.

 

2. Cinema dan TV.

Orang-orang kuffar telah berhasil memasukkan pengaruh- pengaruh buruknya ke negeri-negeri kaum muslimin untuk menghancurkan akhlak masyarakat Islam dan menyebarkan penyimpangan akhlak atas nama kebebasan, demokrasi dan selainnya dari nama-nama yang masyhur yang kelihatannya sebagai rahmat namun hakikatnya adalah azab.

 

Termasuk pengaruh buruk tersebut adalah adanya cinema/ bioskop, tv dan video yang kehadirannya merupakan bahaya yang besar bagi pemuda-pemuda muslim. Kerana pada umumnya tidaklah yang disebarkan oleh cinema, tv dan video melainkan kerendahan dan kekejian, mengajari penontonnya bagaimana cara melakukan suatu kejahatan/kriminal bahkan menjauhkan orang dari agamanya dan memalingkannya dari Rabbnya. Naudzubillah! Kerana itu wajib bagi pendidik untuk mengingatkan anak didiknya dari bahaya cinema, tv dan video, serta menerangkan kepada mereka akan bahayanya film-film (acara-acara) keji yang menghilangkan keutamaan dan akhlak rujulah dari jiwa mereka.

 

3. Mencerca/mencela.

Telah tersebar di kalangan anak didik kebiasaan saling mencerca di antara mereka, yang terkadang sampai pada tingkat mencela agama, naudzubillah! Maka wajib bagi para orang tua untuk menegur dan memberi pelajaran kepada anak-anak mereka yang melakukan perbuatan tersebut. Guru yang merupakan pendidik anak di madariasah harus dapat bekerja sama/tolong-menolong dengan orang tua/wali anak didik tersebut untuk melepaskannya dari kebiasaan buruk, mengubatinya dengan hikmah dan menasihatinya dengan nasihat yang baik.

 

Asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zeno mengisahkan pengalamannya dalam menghadapi seorang anak yang sedang mencela agama temannya. Beliau berkata: "Aku pernah menyaksikan seorang anak mencela agama temannya maka aku mendekatinya dan berkata kepadanya: "Siapa namamu wahai anakku? Dari kelas mana dan dari madariasah mana?" Kemudian aku lanjutan pertanyaanku: "Siapakah yang menciptakanmu?" Ia menjawab: "Allah." "Siapa yang memberimu pendengaran, penglihatan dan yang memberimu makan dari jenis buah-buahan dan sayuran?" Ia menjawab: "Allah." "Kalau demikian apa kewajipanmu kepada Dzat yang memberimu nikmat-nikmat ini?" Ia menjawab: "(Kewajibanku adalah) bersyukur (kepada-Nya)." Lalu aku berkata: "Apa yang baru saja engkau katakan pada temanmu?" Dengan malu ia menjawab: "Temanku melampaui batas (bersikap keterlaluan) kepadaku." Aku berkata: "Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta`ala tidak menyukai perbuatan yang melampaui batas dan sungguh Dia telah melarangnya dalam firman-Nya: "Janganlah kalian melampaui batas sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (Al-Baqarah: 190)

  "(Sekarang aku tanya kepadamu) siapa yang memberi was-was kepada temanmu hingga ia memukulmu?" Anak itu menjawab: "Syaitan." Aku berkata: "Kalau begitu seharusnya engkau mencela syaitannya bukan mencela agamanya." Anak itu kemudian berkata kepada temannya: "Terkutuklah syaitanmu." Lalu aku berkata: "Wajib bagimu untuk bertaubat kepada Allah dan beristighfar kepada-Nya kerana perbuatan mencela agama termasuk perbuatan kufur." "Aku memohon ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta`ala dan aku bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang patut disembah melainkan Allah dan sesungguhnya Muhammad sallallahu `alaihi wa sallam adalah utusan Allah," ucapnya. Mendengar hal itu maka aku (Muhammad Jamil Zeno) bersyukur kepada Allah. Aku meminta anak tersebut untuk tidak lagi mengulangi perbuatannya dan agar ia menasihati temannya bila ia melihat salah seorang dari mereka mencela agama."

 

Perbuatan mencela/mencerca timbul dari rasa marah. Kerana itu wajib bagi setiap muslim untuk berlindung kepada Allah tatkala marah, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta`ala: "Dan apabila engkau mendapatkan gangguan dari syaitan dengan satu gangguan maka mintalah perlindungan kepada Allah sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui." (Fushilat: 36)

 

Rasulullah sallallahu `alaihi wa sallam bersabda kepada orang yang sedang marah: "Aku akan mengajarkan satu perkataan yang seandainya dia (orang yang sedang marah) mengucapkannya maka akan hilang kemarahannya, (yakni ucapan): Aku berlindung kepada Allah dari syaitan yang terkutuk." (Muttafaqun 'alaih)

 

Para pendidik hendaknya berupaya menanamkan rasa persaudaraan dan cinta di hati anak didiknya serta berupaya mendorong ke arah tumbuhnya rasa tersebut. Rasulullah sallallahu `alaihi wa sallam bersabda: "Maukah aku tunjukkan kepada kalian dengan suatu perbuatan yang apabila kalian kerjakan maka kalian akan saling mencintai ? Sebarkanlah salam di antara kalian." (HR. Muslim)

 

Balasan dan Hukuman.

 

Pendidik yang baik tidaklah berlindung kepada hukuman jasmani kecuali kerana darurat. Ia selamanya mengutamakan untuk memberi balasan atas suatu kebaikan yang diketahui/dilihatnya dari anak didiknya daripada memberi hukuman, kerana balasan kebaikan memberi semangat kepada anak didik untuk terus mengikuti ta'lim dan meminta tambahan ilmu. Sebaliknya dengan hukuman kerana hukuman meninggalkan bekas yang terasa di jiwa anak yang akan menjadi pemisah antara ia, kefahaman dan ilmu, dan akan membunuh semangatnya untuk maju.

 

Kebanyakan pelajar meninggalkan madariasahnya kerana apa yang dilihatnya dari sikap sebagian pengajarnya dari berbagai kefasikan dan kezaliman. Mendahulukan untuk memberi balasan atas suatu kebaikan daripada memberi hukuman adalah perkara yang pokok dan memang demikian seharusnya.

 

1. Pujian yang baik.

 

Hendaknya pendidik memuji anak didiknya jika ia melihat darinya sesuatu kebaikan, baik dalam akhlaknya ataupun dalam kesungguhannya. Ucapan-ucapan seperti: "Ahsanta, barakallahu fik atau "sebaik-baik murid adalah Fulan" dan yang semisalnya dapat mendorong anak didik, menguatkan dan meninggalkan kesan yang baik dalam jiwanya, menjadikannya cinta pada pendidiknya dan madariasahnya,  membuka kefahamannya terhadap ilmu. Di samping itu perkara ini dapat menyemangati teman-temannya untuk mencontohnya.

 

2. Balasan berupa benda.

 

Secara thabi'e anak didik menyukai untuk diberi hadiah kerana keberhasilannya berupa benda tertentu misalnya alat-alat tulis dan lain sebagainya. Kerana itu seharusnyalah bagi pendidik untuk memenuhi apa yang menjadi kecintaan/kesukaan anak didik tersebut dan memberikannya pada saat yang tepat.

 

3. Tepukan di pundak.

 

Tatkala anak didik berhasil menjawab pertanyaan dengan baik atau menghafal hafalan atau memperdengarkan surat dari Al-Qur'an, tak ada salahnya pendidik menepuk pundaknya sebagai upaya pemberian semangat kepadanya.

 

3. Doa.

 

Wajib bagi pendidik untuk memberi dorongan kepada anak didiknya yang baik dengan mendoakannya, seperti: "Semoga Allah menjadikanmu faqih dalam agama." Kepada anak didik yang memiliki kebiasaan yang jelek hendaknya didoakan pula dengan doa kebaikan, seperti: "Semoga Allah memperbaikimu dan memberi hidayah kepadamu."

 

4. Bersahabat.

 

Pendidik hendaknya berupaya untuk bersahabat dan dekat dengan anak didiknya. Terhadap anak didik yang baik, tidak ada salahnya pendidik menisbahkan dirinya termasuk bagian darinya. Dan hal ini telah

dicontohkan oleh Rasulullah sallallahu `alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Seandainya tidak kerana hijrah maka aku sungguh termasuk seorang dari Anshar." (Muttafaqun 'alaih)

 

5. Menyampaikan kebaikan anak didik kepada keluarganya.

 

Pendidik dapat menulis risalah dan mengirimnya bersama anak didik untuk diberikan kepada keluarganya di rumah. Disebuntukan dalam risalah tersebut kebaikan-kebaikan anak didik itu dan pujian untuknya, yang demikian ini dapat mendorong keluarganya untuk bergaul dengan cara yang paling baik dengan anak mereka dan demikian itu mendorong anak tersebut untuk maju dan untuk berakhlak mulia. Hendaknya pendidik menanyakan bagaimana akhlak dan perilaku anak didik di rumahnya dan penjagaan mereka atas solat di masjid (bagi anak laki-laki).

 

Hukuman dan Bahayanya.

 

Seharusnyalah bagi pendidik yang baik untuk menghindari hukuman jasmani kerana itu berbahaya bagi anak didik, juga bagi pendidik sendiri. Hal ini juga menimbulkan kerenggangan hubungan antara keduanya dan akan bersambung panjang yang melibatkan orang tua anak didik yang terkena hukuman fizikal tersebut sehingga citra pendidik akan jatuh. Dalam keadaan demikian tidak lagi berguna penyesalan.

 

Hendaknya hukuman fizikal dilakukan kerana darurat saja dengan tujuan untuk mendidik anak yang suka berbuat pelanggaran dan tidak berguna baginya selainnya hukuman fizikal tersebut. Atau untuk memelihara tata tertib madariasah setelah pendidik berupaya memberi nasihat dan bimbingan. 

 

Di antara keburukan hukuman fizikal adalah:

1.        Mengacaukan dan menghambat jalannya pelajaran.

2.        Menimbulkan pengaruh dan akibat yang buruk bagi pendidik dan anak didik.

3.        Membekaskan akibat hukuman itu pada wajah anak didik atau pada matanya atau telinganya atau yang selainnya dari anggota badannya.

4.        Memutuskan kefahamanan pelajaran atas anak yang dihukum.

5.        Mengantarkan guru untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan keluarga anak didik.

6.        Menyebabkan hilangnya perasaan saling menghormati antara anak didik dan pendidiknya. Terjadi kerenggangan hubungan antara keduanya.

 

Hukuman yang Terlarang.

 

Bila pendidik merasa perlu untuk memberikan hukuman pada anak didik maka hendaklah ia menghindari hukuman-hukuman di bawah ini:

1. Memukul wajah

Hal ini banyak tersebar di kalangan pendidik sehingga terkadang pukulan tersebut mengenai mata atau telinga murid. Rasulullah sallallahu `alaihi wa sallam telah melarang dari memukul wajah.